Dunia penerbangan akhir-akhir ini
dikejutkan kembali oleh musibah yang menimpa maskapai penerbangan
Airasia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura, yang hilang kontak dan jatuh
di perairan Selat Karimata dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Berbagai
spekulasi mengenai penyebab jatuhnya pesawat ini terus berkembang dari
mulai penyebab human error sampai ke teknikal error.
Namun,diantara
beberapa penyebab terjadinya kecelakann yang paling dominan bagi dunia
penerbangan adalah faktor cuaca dan kondisi atmosfire dalam hal ini
faktor awan.
Konon,spekulasi
yang beredar yang menyebabkan jatuhnya Airasia QZ8501 adalah karena
pesawat masuk ke dalam zona awan Cumulonimbus atau lebih dikenal awan
Cb. Jenis awan ini menjadi momok yang menakutkan bagi para pilot dan
praktisi penerbangan. Oleh karena itu sebanyak apapun jam terbang
seorang pilot,dengan awan jenis ini (Cb) tetap menjadi ancaman
serius.Awan, dalam ilmu fisika adalah kumpulan titik air yang
mengkristal yang menggantung pada lapisan atmosfir bumi. Jenisnya pun
bermacam-macam tergantung jenis partikel dan massa yang dikandungnya.
Awan
Cumulonimbus termasuk dalam gugusan awan tengah yang biasanya terletak
pada ketinggian 2000 -6000 meter di atas permukaan laut dengan diameter
gumpalan bisa mencapai 2 hingga 5 km. Awan ini terbentuk dari awan
kumulus yang berentuk seperti bunga kol yang terbentuk akibat konveksi,
yaitu pergerakan molekul-mulekul fluida dan gas.Istilah cumulonimbus
berasal dari bahasa Latin"Cumulus yang artinya terakumulasi dan "nimbus'
yang artinya hujan.Cb ini terbentuk dari atmosfire yang tidak stabil,
dapat terbentuk secara sendiri-sendiri atau berkelompok. Awan ini dapat
mencapai suhu hingga -50 derajat Celcius. Awan jenis inilah yang sangat
mengganggu ketidakstabilan mesin pesawat krena suhu ekstrim dan yang
paling sangat diwaspadai adalah karena awabn Cb ini dapat menghasilkan
petir dari melalui jantung awan.Terlebih apabila telah mengakibatkan
badai petir yang sangat mengganggu sistem kelistrikan pesawat.
Maka dari itulah, seorang pilot akan selalu menghindari gugusan awan ini setelah mendapat informasi akurat dari BMKG .
Dunia penerbangan akhir-akhir ini
dikejutkan kembali oleh musibah yang menimpa maskapai penerbangan
Airasia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura, yang hilang kontak dan jatuh
di perairan Selat Karimata dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Berbagai
spekulasi mengenai penyebab jatuhnya pesawat ini terus berkembang dari
mulai penyebab human error sampai ke teknikal error.
Namun,diantara
beberapa penyebab terjadinya kecelakann yang paling dominan bagi dunia
penerbangan adalah faktor cuaca dan kondisi atmosfire dalam hal ini
faktor awan.
Konon,spekulasi
yang beredar yang menyebabkan jatuhnya Airasia QZ8501 adalah karena
pesawat masuk ke dalam zona awan Cumulonimbus atau lebih dikenal awan
Cb. Jenis awan ini menjadi momok yang menakutkan bagi para pilot dan
praktisi penerbangan. Oleh karena itu sebanyak apapun jam terbang
seorang pilot,dengan awan jenis ini (Cb) tetap menjadi ancaman
serius.Awan, dalam ilmu fisika adalah kumpulan titik air yang
mengkristal yang menggantung pada lapisan atmosfir bumi. Jenisnya pun
bermacam-macam tergantung jenis partikel dan massa yang dikandungnya.
Awan
Cumulonimbus termasuk dalam gugusan awan tengah yang biasanya terletak
pada ketinggian 2000 -6000 meter di atas permukaan laut dengan diameter
gumpalan bisa mencapai 2 hingga 5 km. Awan ini terbentuk dari awan
kumulus yang berentuk seperti bunga kol yang terbentuk akibat konveksi,
yaitu pergerakan molekul-mulekul fluida dan gas.Istilah cumulonimbus
berasal dari bahasa Latin"Cumulus yang artinya terakumulasi dan "nimbus'
yang artinya hujan.Cb ini terbentuk dari atmosfire yang tidak stabil,
dapat terbentuk secara sendiri-sendiri atau berkelompok. Awan ini dapat
mencapai suhu hingga -50 derajat Celcius. Awan jenis inilah yang sangat
mengganggu ketidakstabilan mesin pesawat krena suhu ekstrim dan yang
paling sangat diwaspadai adalah karena awabn Cb ini dapat menghasilkan
petir dari melalui jantung awan.Terlebih apabila telah mengakibatkan
badai petir yang sangat mengganggu sistem kelistrikan pesawat.
Maka dari itulah, seorang pilot akan selalu menghindari gugusan awan ini setelah mendapat informasi akurat dari BMKG .
Dunia penerbangan akhir-akhir ini
dikejutkan kembali oleh musibah yang menimpa maskapai penerbangan
Airasia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura, yang hilang kontak dan jatuh
di perairan Selat Karimata dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Berbagai
spekulasi mengenai penyebab jatuhnya pesawat ini terus berkembang dari
mulai penyebab human error sampai ke teknikal error.
Namun,diantara
beberapa penyebab terjadinya kecelakann yang paling dominan bagi dunia
penerbangan adalah faktor cuaca dan kondisi atmosfire dalam hal ini
faktor awan.
Konon,spekulasi
yang beredar yang menyebabkan jatuhnya Airasia QZ8501 adalah karena
pesawat masuk ke dalam zona awan Cumulonimbus atau lebih dikenal awan
Cb. Jenis awan ini menjadi momok yang menakutkan bagi para pilot dan
praktisi penerbangan. Oleh karena itu sebanyak apapun jam terbang
seorang pilot,dengan awan jenis ini (Cb) tetap menjadi ancaman
serius.Awan, dalam ilmu fisika adalah kumpulan titik air yang
mengkristal yang menggantung pada lapisan atmosfir bumi. Jenisnya pun
bermacam-macam tergantung jenis partikel dan massa yang dikandungnya.
Awan
Cumulonimbus termasuk dalam gugusan awan tengah yang biasanya terletak
pada ketinggian 2000 -6000 meter di atas permukaan laut dengan diameter
gumpalan bisa mencapai 2 hingga 5 km. Awan ini terbentuk dari awan
kumulus yang berentuk seperti bunga kol yang terbentuk akibat konveksi,
yaitu pergerakan molekul-mulekul fluida dan gas.Istilah cumulonimbus
berasal dari bahasa Latin"Cumulus yang artinya terakumulasi dan "nimbus'
yang artinya hujan.Cb ini terbentuk dari atmosfire yang tidak stabil,
dapat terbentuk secara sendiri-sendiri atau berkelompok. Awan ini dapat
mencapai suhu hingga -50 derajat Celcius. Awan jenis inilah yang sangat
mengganggu ketidakstabilan mesin pesawat krena suhu ekstrim dan yang
paling sangat diwaspadai adalah karena awabn Cb ini dapat menghasilkan
petir dari melalui jantung awan.Terlebih apabila telah mengakibatkan
badai petir yang sangat mengganggu sistem kelistrikan pesawat.
Maka dari itulah, seorang pilot akan selalu menghindari gugusan awan ini setelah mendapat informasi akurat dari BMKG .